Malam Di Tempat Baru
Saat ini saya sedang menjalani KKN alias kuliah kerja nyata yang merupakan hari pertama saya memulainya. Tentu ada beberapa hal berbeda yang saya dan juga teman-teman lain alami dibandingkan dengan kebiasaan yang kami lakukan di kehidupan sebelumnya. Kultur dan budaya yang agak berbeda membuat kami harus segera menyesuaikan diri dengan keadaaan tersebut agar tidak timbul permasalahan dengan kegiatan kami mendatang.
Tepatnya setelah sholat isya’, kira-kira pukul 07.15 kami berangkat untuk bersilaturrahmi dengan Pak RT dan Pak RW di tempat kami KKN. Ada 6 rumah yang harus kami kunjungi(ada 4 RT dan 2 RW). Tidak seperti kebiasaan sebelumnya, kami menempuh perjalanan dengan jalan kaki. Padahal kami harus menempuh perjalanan kira-kira 1,5 km keliling kampong.
Kejadian ini terjadi saat kami mengunjungi rumah kedua. Setelah mengetuk pintu, Pak RT kaluar dan sepertinya kaget melihat jumlah tamu yang cukup banyak dan belum mengenal satu pun dari tamu-tamu tersebut. Pak RT mempersilakan masuk, kami bingung karena ternyata kursi yang tersedia tidak cukup untuk menampung kami. Akibatnya Pak RT seperti kebingungan sendiri, jalan sana, balik sini, masuk lagi, keluar lagi.
Komandan kami (kormasit) sepertinya kurang sabar melihat keadaan itu. Dengan santainya ia mengangkat tangan dan bilang “Pak, sini dulu Pak!” Sontak aku dan beberapa temenku hamper tertawa karena kok bias-bisanya tamu yang tak dikenal seperti kami menyuruh tuan rumah duduk. Tetapi kami bertahan untuk tidak tertawa.
Pertemuan pun berlanjut. Komandan kami berbicara dengan susah payah berbahasa jawa untuk menghormati Pak RT(maksudnya). Selesai berbicara seolah beban sudah hilang dari pundaknya. Gentian Pak RT menanggapi. “Maaf, ya saya pake bahasa Indonesia saja karena tidak bias berbahasa jawa!” Sontak kami tak bias menahan tawa, akhirnya tawa yang tertahan tadi kami tumpahkan seketika itu juga. Ternyata Pak RT yang tadi berasal dari Tangerang, wajar saja nggak bias bahasa jawa. Untung Pak RT pengertian, “Saya paham bahasa jawa kalo mendengarkan saja, tapi kalo berbicara masih susah!”
Perjalanan berlanjut sampai ke ruma keenam. Di tengah jalan, tak henti-hentinya kami tertawa. Tapi aku sendiri bangga dengan komandanku karena ia menjadikan peristiwa itu sebagai pelajaran untuk tidak terulangi lagi. Buktinya setelah rumah kedua tersebut, pertemuan belangsung dengan lancer dan akrab. Yaaa…kesalahan sedikit sih ada tetapi berbeda dengan kejadian sebelumnya. Hebat pak Komandan!!!
Tepatnya setelah sholat isya’, kira-kira pukul 07.15 kami berangkat untuk bersilaturrahmi dengan Pak RT dan Pak RW di tempat kami KKN. Ada 6 rumah yang harus kami kunjungi(ada 4 RT dan 2 RW). Tidak seperti kebiasaan sebelumnya, kami menempuh perjalanan dengan jalan kaki. Padahal kami harus menempuh perjalanan kira-kira 1,5 km keliling kampong.
Kejadian ini terjadi saat kami mengunjungi rumah kedua. Setelah mengetuk pintu, Pak RT kaluar dan sepertinya kaget melihat jumlah tamu yang cukup banyak dan belum mengenal satu pun dari tamu-tamu tersebut. Pak RT mempersilakan masuk, kami bingung karena ternyata kursi yang tersedia tidak cukup untuk menampung kami. Akibatnya Pak RT seperti kebingungan sendiri, jalan sana, balik sini, masuk lagi, keluar lagi.
Komandan kami (kormasit) sepertinya kurang sabar melihat keadaan itu. Dengan santainya ia mengangkat tangan dan bilang “Pak, sini dulu Pak!” Sontak aku dan beberapa temenku hamper tertawa karena kok bias-bisanya tamu yang tak dikenal seperti kami menyuruh tuan rumah duduk. Tetapi kami bertahan untuk tidak tertawa.
Pertemuan pun berlanjut. Komandan kami berbicara dengan susah payah berbahasa jawa untuk menghormati Pak RT(maksudnya). Selesai berbicara seolah beban sudah hilang dari pundaknya. Gentian Pak RT menanggapi. “Maaf, ya saya pake bahasa Indonesia saja karena tidak bias berbahasa jawa!” Sontak kami tak bias menahan tawa, akhirnya tawa yang tertahan tadi kami tumpahkan seketika itu juga. Ternyata Pak RT yang tadi berasal dari Tangerang, wajar saja nggak bias bahasa jawa. Untung Pak RT pengertian, “Saya paham bahasa jawa kalo mendengarkan saja, tapi kalo berbicara masih susah!”
Perjalanan berlanjut sampai ke ruma keenam. Di tengah jalan, tak henti-hentinya kami tertawa. Tapi aku sendiri bangga dengan komandanku karena ia menjadikan peristiwa itu sebagai pelajaran untuk tidak terulangi lagi. Buktinya setelah rumah kedua tersebut, pertemuan belangsung dengan lancer dan akrab. Yaaa…kesalahan sedikit sih ada tetapi berbeda dengan kejadian sebelumnya. Hebat pak Komandan!!!