/* salju turun */ adnan: June 2008

Thursday, June 26, 2008

Percaya Diri

Setiap orang memiliki sifat percaya diri. Kalo ada yang bilang “Wah, saya benar-benar tidak punya rasa percaya diri.” Maka sebenarnya ia sedang berkata bohong. Yang menjadi pertanyaan adalalah apakah kita menyadarinya atau tidak. Apakah kita tahu bahwa jauh di dalam diri kita, sebenarnya ada rasa percaya diri? Tugas kita hanyalah mencari cara bagaimana caranya agar rasa percaya diri tersebut, yang masih terkubur sangat dalam, keluar ke permukaan.

Masing-masing orang memiliki caranya sendiri untuk memanggil rasa percaya diri. Ada yang dengan menganggap orang lain di sekitarnya jauh lebih bodoh daripada dia, ada yang dengan belajar sangat tekun sehingga kepintarannya melebihi siapapun yang ada di sekitarnya, ada juga yang dengan cara berbohong kepada orang lain sehingga orang lain mengira ia adalah orang yang sempurna. Cara yang terakhir tentu memilki resiko tersendiri karena ditempuh dengan cara yang tidak sesuai dengan fitrah manusia.

Meskipun begitu ternyata masih banyak orang yang kebingungan bagaimana ia harus memunculkan rasa percaya dirinya. Yang terjadi adalah kekhawatiran dan ketegangan yang dampak selanjutnya akan memunculkan stress yang berkepanjangan bahkan berkelanjutan. Orang seperti ini biasanya kurang bias menghadapi permasalahan-permasalahan yang menghadangnya(meskipun tidak bias digeneralisir semuanya).

Tentu menjadi pertanyaan bagi kita semua, bagaimana seseorang bias sangat percaya diri sementara di lain pihak ada orang yang sangat minder. Yang menjadi dasar pembedaan adalah wawasan pengetahuan orang tersebut. Wawasan yang menyangkut segala hal, bias berupa pengetahuannya tentang rasa percaya diri itu sendiri, atau pengetahuannya akan ilmu pengetahuan, dan bias juga wawasannya mengenai manajemen hati.

Artinya, jika kita ingin selalu merasa percaya diri maka jalan tercepat untuk meraihnya adalah dengan selalu meingkatkan kemampuan kita akan segala hal. Semakin tinggi ilmu yang kita miliki maka rasa percaya diri itu akan meninggi dengan sendirinya. Meningginya rasa percaya diri akan semakin menambah kenyamanan kita dalam menjalani hidup yang masih panjang ini. Segala macam permasalahan akan dengan mudah diselesaikan.


Monday, June 23, 2008

Apa hobiku?

Sekarang aku sudah duduk di bangku kuliah bahkan sudah hamper menyelesaikannya. Tak terhitung sudah berapa kali aku mengisi biodata untuk suatu keperluan. Entah itu untuk mendaftar jenjang study yang baru, mendaftar suatu organisasi, tugas sekolah atau kuliah, dan lain sebagainya. Yang masih ada dalam memori, aku mulai mengisi biodataku sendiri saat masih berada di Sekolah Dasar. Di sana ada salah satu baris yang harus diisi mengenai hobi. Apa hobiku?

Saat pertama kali mengisinya aku bingung. Apa yang harus aku isi, ya? Akhirnya aku menulis kata “membaca”. Kata itu masih selalu aku tuliskan sampai sekarang untuk mengisi kolom hobi. Tak terpikirkan apakah sebenarnya hobiku itu memang membaca. Hanya saja waktu itu aku menulis “membaca” sebagai hobi karena kelihatannya kok keren. Banyak tulisan yang mengatakan bahwa membaca banyak mendatangkan manfaat, dan orang yang hobinya membaca cenderung dikonotasikan positif sebagai orang yang rajin dan pintar.

Saat duduk di sekolah menengah atas, aku mulai bosan menuliskan kata “membaca” di kolom hobi. Pasalnya aku tak pernah suka membaca. Teman-teman mulai bertanya ini itu mengenai hibiku, missal buku apa saja yang pernah kamu baca, buku apa yang paling kamu suka, kamu suka bac novel gak, dan lain sebagainya. Paling sial kalo ketemu teman yang hobinya benar-benar membaca, dengan nerocos ia memaparkan berbagai macam teorinya hasil dari membaca sementara aku bengong mendengarkan tanpa memahaminya. Akhirnya aku tersiksa sendiri.

Aku ingin mengganti hobi(maksudnya tulisan “membaca” di kolom hobi) tetapi kok saying gitu rasanya. Selain itu, aku sendiri bingung mau menulis apa lagi? Kuputuskan untuk tetap menulis kata “membaca” tetapi setelah itu aku mulai memaksakan diri untuk membaca. Awalnya buku-buku yang ada diperpustakaan aku lahap. Yaaa…..awalnya sih cumin komik, kebetulan perpustakaan sekolah ada koleksi komik berjudul “Kung fu Boy” lengkap dari seri pertama sampai selesai. Menarik, itulah kesan pertamaku.

Selanjutnya aku mulai membaca buku-buku bergambar, sebut saja ensiklopedia dan semacamnya. Ketertarikanku terhadap buku pun semakin berkembang. Aku mulai tertari untuk tidak hanya membaca buku-buku yang ada di perpustakaan. Pikiranku mulai mengarah untuk membeli buku-buku sendiri sesuai dengan keinginan. Mulaila aku menabung sedikit demi sedikit untuk membeli buku. Awalnya aku suka membaca buku-buku psikologi dan manajemen diri. Sangat menarik karena selain kadang sesuai dengan keadaanku juga kita dapat mengetahui karakter manusia.

Bosan dengan buku psikologi kegemaranku merambat ke novel. Mulai dari novel religi, sejarah, biografi, petualangan, sampai percintaan aku lahap. Menyenangkan juga membaca sebuah buku fiksi karena kadang berisi nilai-nilai yang tidak ada di dalam buku non-fiksi. Sampai sekarang aku masih suka membaca novel, belum bosan juga. Memang buku novel lebih dinamis daripada buku-buku lainnya.

Aku bersyukur, dulu aku mengisi kolom hobi dengan kata “membaca”, sehingga aku benar-benar punya hobi membaca yang sangat bermanfaat. Bayangin aja kalo waktu itu aku menulis “memancing”, apa jadinya aku sekarang? Setidaknya sekarang aku tidak ragu-ragu lagi untuk menuliskan kata “membaca”saat mengisi biodata kolom hobi, karena memang aku suka membaca. Aku tidak minder lagi ketika bertemu dengan teman yang memiliki hobi yang sama, justru aku senang. Karena kadang aku bertukar buku dengannya, menghemat juga sih karena kita tidak harus membeli sendiri.

Friday, June 20, 2008

Kapan, ya?

Suatu hari, sewaktu aku masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, aku harus berkunjung ke rumah teman sekelas. Aku berangkat bersama teman-teman yang lain dengan tujuan untuk membuat gapura(dua minggu lagi akan diadakan perkemahan dan setiap grup harus membuat gapura untuk menandai wilayah yang menjadi hak satu grup). Sampai di tempat tujuan kami langsung ke belakang rumah dan menemukan begitu banyak pohon bamboo sebagai bahan pembuatan gapura.

Anehnya, saat aku melihat pemandangan di belakang rumah temanku ini, aku merasa seolah-olah pernah melihatnya, sangat lekat di kepala. Padahal baru pertama kali ini aku pergi ke sana. Aku mencoba berfikir, mencari kemungkinan logisnya. Nihil. Aku masih merasa bahwa au pernah melihat pemandangan ini. Hal ini ternyata berlanjut, aku merasa situasi yang kami jalani sudah ada di kepalaku. Meskipun tidak 100% mengingatnya tetapi cukup jelas tergambar situasi ini dan tetap saja perasaanku mengatakan bahwa aku pernah mengalami situasi seperti ini. Nha, permasalahannya adalah aku tidak dapat menentukan kapan peristiwa itu terjadi.

Perasaan itu muncul lagi di waktu yang lain ketika sedang memimpin suatu siding pergantian pengurus salah satu oraganisasi di kampus yang sedang aku ikuti. Peristiwa itu terjadi saat aku berada di tahun kedua kuliah. Persis seperti peristiwa sebelumnya, aku merasa bahwa situasi yang sedang aku jalani sepertinya pernah aku alami sebelumnya. Hanya saja aku lupa-lupa ingat sehingga tak dapat menentukan kepan hal itu pernah terjadi sebelumnya. Padahal faktanya, situasi seperti itu baru aku alami pertama kali alias sebelumnya belum pernah.

Sampai sekarang aku mencoba menemukan jawaban dari pertanyaan itu, hasilnya belum juga bias membuatku puas. Beberapa buku mendefinisikan “dejavu” sebagai suatu peristiwa yang dialami dua kali, atu suatu situasi yang dialami persis seperti sebelumnya. Yah, aku tidak terlalu paham sebenarnya tetapi itulah jawaban terdekat yang aku dapatkan. Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang menyebabkan terjadinya dejavu? Bagaimana mungkin dua peristiwa dapat terjadi dengan situasi yang sama persis? Atau bagaimana mungkin kita memiliki memory mengenai suatu peristiwa yang tersimpan di otak sementara peristiwa itu belum pernah dialami?

Tidak semua pertanyaan bias dijawab dan atau tidak semua pertanyaan harus dijawab. Suatu saat nanti jawaban itu pasti akan dating dengan sendirinya. Hanya saja waktunya bias sangat lama atau sebaliknya bias sangat cepat. Asalkan pertanyaan itu tidak mengganggu aktifitas sehari-hari maka kita tidak perlu memaksakan diri untuk menemukan jawabannya.


Mengapa, ya?

Suatu pagi yang cerah aku bangun dari tidurku, tidak terlalu kesiangan tetapi juga tidak terlalu pagi. Matahari masih belum menampakkan wajahnya, beberapa binatang malam justru masih menyenandungkan suara merdunya. Udara begitu dingin pagi ini, lrbih dingin daripada pagi sebelumnya. Bahkan ketika aku mengeluarkan udara dari paru-paru, ada sedikit uap air yang keluar. Aku membayangkan seperti berada di musim dingin saja. untung saja, tadi malam sebelum tidur aku memakai celana panjang sehingga hawa dingin ini agak berkurang rasanya.

Biasanya, aku langsung ke kamar mandi sehabis tidur. Sikat gigi, buang air, wudhu, atau hanya sekedar cuci muka. Tetapi pagi ini aku tidak langsung ke kamar mandi. Beberapa menit aku hanya sekedar duduk di atas tempat tidur. Bukan karena malas untuk bangun lagi ataupun karena kecapekan tetapi entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang berbeda, sesuatu yang aku sendiri tidak bias menjelaskan. Sesuatu yang bersifat psikis dan berkecamuk di dalam kepala. “Mengapa, ya?” Batinku waktu itu.

Hampir sepuluh menit aku merenung sendiri di atas kasur. Merasakan sesuatu hal yang aneh dan itu membuatku tidak nyaman. Aku berfikir keras tetapi tidak juga menemukan penyebabnya. Aku mencoba menganalisa berbagai macam kemungkinan, seperti mungkin ada sesuatu yang aku lupakan. Setelah aku cek ternyata tidak juga, atau hari ini akan ada peristiwa yang besar bagiku, tidak juga, atau mungkin karena sebelumnya merasa kecewa akan sesuatu hal, tidak juga. Aku mencoba kemungkinan lain, mungkinkah aku habis dimarahi oleh seseorang, tidak juga, atau ada pekerjaan yang harusnya sudah selesai tetapi belum selesai, tidak juga.

Akhirnya aku menyerah, kupaksakan diriku ke kamar mandi, berharap perasaan ini segera hilang dengan sendirinya. Singkat kata hamper seharian aku merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam kepalaku. Suatu perasaan yang lebih mendekati kepada rasa khawatir, takut akan sesuatu, tetapi aku tak dapat menemukan apa penyebabnya. Sebenarnya nggak enak juga sih berada dalam kondisi seperti ini, mengalami sesuatu hal yang tidak pasti. Salah satu kelemahan manusia.

Aku pernah membaca buku psikologi, ada suatu waktu di mana seorang remaja mengalami hal seperti di atas. Keadaan yang tidak akan pernah dialami oleh anak kecil ataupun orang tua. Meskipun belum menemukan penyebab pastinya tetapi minimal aku tahu bahwa itu adalah suatu proses menuju kedewasaan. Aku hanya harus melaluinya dengan enjoy, karena prose situ akan membawaku kepada kedewasaan dan kematangan pribadi. Hal yang sangat aku butuhkan untuk menempuh perjalanan hidup yang sebagian orang bilang panjang tetapi sebagian lainnya bilang pendek.

Yah, pertanyaan itu terjawab sekarang. Dengan umur, pengetahuan dan pengalamanku saat ini aku dapat menganalisa setiap perasaan aneh yang muncul tiba-tiba. Minimal aku dapat mengendalikannya sehingga tidak mengganggu aktifias sehari-hari. Apakah ini berarti aku sudah dewasa? No body’s know.

Wednesday, June 4, 2008

Moment

Dalam ilmu fisika kita mengenal istilah momentum, yang kurang lebih mengatakan bahwa momentum sebanding dengan kecepatan dan massa benda. Dalam artian, semakin besar nilai kecepatan dan atau massa suatu benda maka benda tersebut memiliki momentum yang juga semakin besar. Tetapi judul dalam tulisan ini lebih mengacu pada moment yang berarti melakukan sesuatu pada waktu dan tempat yang tepat.

Pada dasarnya dalam setiap sisi kehidupan, kita sudah sangat sering bertemu dengan yang namanya moment. Dan memang, jika suatu kegiatan dilaksanakan pada moment yang tepat maka hasilnya akan jauh lebih besar daripada jika dilaksanakan pada waktu dan suasana yang lain. Seperti ketika kita ingin meminta uang saku tambahan pada orang tua kita, maka moment yang tepat adalah pada saat orang tua kita (ayah) sedang bersantai ria di depan rumah sambil minum the atau kopi.

Kebalikannya, jika kita melakukan sesuatu pada moment yang tidak tepat maka hasilnya menjadi kurang maksimal bahkan bias jadi mengalami kegagalan. Bayangkan saja jika kita menjemur baju pada saat hujan turun, maka dapat dipastikan baju tersebut tidak akan kering atau minimal akan kering dalam waktu yang cukup lama. Atau misalnya ketika kita menemui seorang dosen untuk konsultasi sementara dosen tersebut sedang tidak mood (missal gagal dalam melaksanakan proyek, atau baru saja bertengkar dengan dosen lain, atau sudah seharian belum istirahat karena melayani mahasiswa yang konsultasi) maka kemungkinan proses konsultasi menjadi tidak menyenangkan. Hasil yang seharusnya dicapai berupa pencerahan bias jadi justru kegelapan.

Manusia akan selalu mengalm keberhasilan jika ia bias membaca dan menganalisa setiap moment yang dibutuhkan. Ia akan menunggu moment tersebut untuk melancarkan kegiatannya. Atau orang akan lebih berhasil jika ia mampu untuk menciptakan moment, sehingga ia tidak perlu menunggu untuk melaksanakan kegiatannya. Tentu hal ini bukanlah hal yang mudah, tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh waktu dan kesabaran yang besar untuk sampai ke sana.

Yang jelas, bukan suatu yang tidak mungkin bagi setiap orang untuk menguasai cara memahami dan menerapkan kegiatannya pada moment yang tepat. Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama karena memang hakekatnya manusia adalah sama. Yang membedakan adalah usaha yang ia lakukan untuk terus memperbaiki dirinya.

Teori tidak akan berhasil jlka tidak segera diikuti oleh prakteknya. Bahkan kadang tidak perlu kita mempelajari setiap teori sebelum menjalankan prakteknya. Cukup jalankan apa yang ada dalam pikiran kita. Hati nurani akan menuntun kita pada sesuatu yang benar. Hanya saja jangan sampai lupa untuk terus mengoreksi diri, memperbaiki setiap kesalahan yang pernah dilakukan dan berusahalah untuk menjadi lebih baik daripada hari esok. Hari ini adalah hari di mana kita bias melakukan apa saja, maka pikirkan saja hari ini.